Pemerintah telah memutuskan untuk melanjutkan Program Kartu Prakerja pada tahun 2021. Bahkan, anggaran untuk program tersebut dinaikkan menjadi Rp 20 triliun dari sebelumnya Rp 10 triliun. Meski begitu, program ini dinilai tidak terlalu efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Program Kartu Prakerja merupakan bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional di bidang perlindungan sosial. Rencananya, program ini akan menargetkan 2,7 juta orang pada semester pertama tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai program Kartu Pra Kerja mendorong penyerapan tenaga kerja dan kewirausahaan. Penyebabnya terlihat dari hasil Survei Evaluasi yang dilakukan PMO terhadap jutaan penerima prakerja bahwa sebanyak 35 persen penerima yang awalnya menganggur, pada saat survei evaluasi menyatakan telah bekerja atau telah menjadi pengusaha. .
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, kata Airlangga, menunjukkan bahwa 88,9 persen penerima prakerja menyatakan keterampilan kerja mereka meningkat dan 81,2 persen menyatakan insentif yang diterima digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Ia menjelaskan, alasan program Kartu Prakerja ini dilanjutkan setelah melihat capaian pada tahun 2020. Tahun lalu, Kartu Prakerja dibagikan kepada 5,5 juta penerima dari 11 gelombang pendaftaran.
“Kami berharap masyarakat dapat memanfaatkan program ini, mengikuti berbagai pelatihan keterampilan kerja dan kewirausahaan yang dapat memberikan bekal hidup selama dan setelah pandemi”, kata Airlangga, Selasa, 23 Februari.
Anggaran program kartu pra-kerja Ditambahkan
Denni Puspa Purbasari, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, mengatakan rencana anggaran program Kartu Prakerja akan ditingkatkan pada 2021 menjadi total Rp20 triliun. Sebelumnya, anggaran yang disediakan Rp 10 triliun.
“Wakil Menteri Keuangan (Wakil Menteri Keuangan) mengatakan anggaran prakerja akan dinaikkan pada 2021 menjadi Rp20 triliun. Beliau menjawab bahwa kartu prakerja dianggap berhasil”, ujarnya, dalam sambutan Direktur Eksekutif. Sore Talk with Media, Jumat, 26 Februari.
Menurut Denni, alasannya karena program Kartu Pra Kerja merupakan program pertama yang menggunakan pendekatan aplikasi on demand, sehingga program ini dinilai tepat sasaran.
“Kata Wamenkeu karena ini orang yang mendaftarkan diri, jadi harus tepat sasaran. Ini tidak didaftarkan oleh lembaga manapun, tapi untuk siapa saja yang perlu mendaftarkan diri”, ujarnya.
Karena itu, kata Denni, manajemen pelaksana program Kartu Prakerja memberikan kendali penuh kepada pelamar, dan penerima Kartu Prakerja sendiri untuk menentukan apa yang dibutuhkan, seperti pelatihan apa yang akan diambil dan sebagainya.
Pemerintah membuka kembali pendaftaran Kartu Prakerja angkatan 13 minggu depan. Pendaftaran kartu prakerja angkatan 12 sendiri sudah ditutup sore ini.
Denni mengatakan bahwa program Kartu Prakerja tidak hanya untuk masyarakat yang menganggur tetapi untuk semua orang.”Jadi kartu pra kerja untuk semua orang bukan hanya untuk pengangguran”, katanya.
Denni menjelaskan, target angkatan kerja terbagi menjadi dua, yakni mereka yang bekerja dan menganggur.”Menurut data tahun 2019, ada 12,35 juta orang bekerja dan pengangguran 7 juta”, katanya.
Fokus pada kelompok 40 Persen Terbawah
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan pemerintah tahun ini akan fokus pada 40 persen penduduk terbawah.
“Ada juga beberapa program yang ditujukan untuk kalangan menengah ke atas, seperti kartu prakerja, jaminan kehilangan pekerjaan, dan lain-lain yang bisa menjadi counter bagi kalangan menengah ke atas”, kata Kunta.
Karena itu, kata dia, program Bantuan Subsidi Upah tidak akan masuk dalam alokasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Perlindungan Sosial pada tahun 2021. Keputusan ini juga diambil setelah pemerintah mengevaluasi keberlanjutan program pada tahun 2020.
“Dalam evaluasi kami, Bantuan Subsidi Upah (BSU) adalah kelompok berpenghasilan tinggi mendapatkan manfaat lebih banyak daripada kelompok berpenghasilan rendah”, ujarnya.